Berawal dari keresahan yang dirasakan penyusun semasa belajar dan mengajarkan Al-Quran, dimana banyaknya muslim/ah yang berhenti belajar atau merasa sudah tuntas belajar tahsin ketika telah mampu membaca huruf dan mengenal harokat sekedarnya. Contohnya ketika harokat sukun, umumnya masyarakat memahami jika huruf bersukun maka dibaca mati dan dipukul rata semuanya, tanpa terbedakan antar sukun pada tiap hurufnya. Padahal membaca sukun pada huruf ك berbeda dengan ق, sukun pada huruf ء berbeda dengan ع. Hal tersebut dikarenakan perbedaan sifat yang dimiliki antar huruf.
Belajar Al-Quran (tahsin) yang tidak tuntas tersebut dapat dikarenakan beberapa hal, seperti:
1. Bagi anak-anak, biasanya diminta untuk segera hafalan (tahfizh) oleh orangtuanya, sehingga prioritas lebih kepada kuantitas juz yang sudah dihafal bukanlagi kualitas bacaan.
2. Bagi usia dewasa, dimana lidah tidak lagi seluwes anak-anak dan kekuatan mengingatnya juga sudah tidak sebagus anak-anak, maka belajar Al-Quran sampai tuntas terasa cukup memberatkan karena harus menghafal istilah-istilah pada teori tahsin.
3. Kurikulum tahsin yang panjang. Beberapa lembaga memisahkan antara praktek dan teori sehingga durasi (level) pembelajaran menjadi banyak, sehingga berhenti ditengah-tengah dan ilmu pengetahuan yang didapat tidak tuntas.
Dari 3 hal di atas, maka penyusun mencoba menyusun metode Robbaniyyun ini dengan ide Belajar Langsung Tuntas. Dimana dalam penyusunan kurikulumnya tidak dipisahkan antara teori dan praktek, melainkan menyederhanakan istilah-istilah pada teori tahsin kedalam bahasa Indonesia yang mudah dipahami dan langsung disisipkan ketika praktek membaca latihannya (aplikatif). Berikut susunan kurikulum pada metode Robbaniyyun:
Contoh isi modul pembelajaran tahsin metode Robbaniyyun pada materi mengenal tasydid:
Adapun isi modul yang sedikit sekali akan teori dan sifatnya aplikatif, maka dari itu pengajar metode Robbaniyyun haruslah mendapatkan training penggunaan modul tersebut terlebih dahulu sebelum mengajar menggunakan metodenya.